Source Ilmu

Source Ilmu

Halo bertemu lagi dengan trendilmu.com salah satu situs penyedia informasi terbaik yang sangat layak dibaca. Pada kesempatan kali ini kita membahas artikel yang berjudul “Sumber-SumberIlmu Pengetahuan” Mari kita simak penjelasan lengkap dibawah ini.

Sumber-sumber Ilmu Pengetahuan

Secara umumnya, sumber ilmu pengetahuan adalah diperolehi melalui wahyu, pancaindera, akal dan intuisi atau ilham.

Wahyu

Sumber pengetahuan yang disebut “ wahyu” identik dengan agama atau kepercayaan yang sifatnya mistis. Ia merupakan pengetahuan yang bersumber dari tuhan melalui hambanya yang terpilih untuk menyampaikan nabi dan rosul. Melalui wahyu atau agama, manusia diajarkan tentang sejumlah penegetahuan. Baik yang terjangkau ataupun tidak terjangkau oleh manusia.[1]
Wahyu merupakan pengetahuan yang disampaikan tuhan kepada manusia. Pengetahuan ini disalurkan lewat nabi-nabi yang di utusnya sepanjang zaman. Agama merupakan pengetahuan bukan saja mengenai kehidupan sekarang yang terjangkau pengalaman, namun juga mencakup masalah-masalah yang bersifat trasendental seperti latar belakang penciptaan manusia dan hari kemudian di akherat nanti. Pengetahuan ini didasarkan pada kepercayaan kepada tuhan yang merupakan sumber pengetahuan, kepercayaan kepada nabi sebagai perantara dan kepercayaan terhadap wahyu sebagai cara penyampaian, merupakan dasar dari penyusunan pengetahuan ini. Kepercayaan adalah titik tolak dalam agama. Suatu pernyataan harus dipercaya dahulu utuk dapat diterima, pernyataan ini bisa saja selanjutnya dikaji dengan metode lain.
Secara rasional bisa dikaji umpamanya apakah pernyataan-pernyataaan yang terkandung didalamnya bersifat konsisten atau tidak. Dipihak lain secara empiris bisa dikumpulkan fakta-fakta yang mendukung pernyataan tersebut atau tidak. Singkatnya agama dimulai dengan rasa percaya, dan lewat pengajian selanjutnya kepercayaan itu bisa meningkat atau menurun. Pengetahuan lain seperti ilmu perumpamaannya. Ilmu dimulai dengan rasa tidak percaya, dan setelah melalui proses pengkajian ilmiah, kita bisa diyakinkan atau tetap pada pendiria semula.

Pancaindera

Semua pancaindera seperti sentuhan, ciuman, penglihatan, pendengaran dan deria rasa merupakan seumber pengetahuan yang utama dan amat berguna bagi manusia untuk berinteraksi dengan alam sekelilingnya dengan mudah dan betul. Kelima-lima pancaindera ini merupakan satu cara untuk mendapatkan ilmu pengetahuan melalui beberapa percubaan dan pengalaman yang berulang-ulang. Bagaimanapun kebenaran yang diperolehi tidak semestinya selalu betul dan tepat. Pancaindera kadangkala di dalam keadaan tertentu gagal memberikan gambaran atau penglihatan umpamanya matahari kelihatan kecil oleh mata sedangkan kenyataannya adalah sebaliknya.[2]

Akal

Akal adalah merupakan sumber utama pengetahuan manusia, malah perbezaan antara manusia dan haiwan adalah melalui hasil tamadun yang diusahakan oleh manusia berpunca dari pemikiran akal manusia yang kreatif. Dengan akal manusia dapat menimbang dan membezakan antara yang baik dan buruk, walaupun mungkin ianya tidak bersifat kebenaran secara mutlak namun ianya memadai untuk mengatasi masalah kehidupan seharian. Bagaimanapun Allah s.w.t menyuruh manusia menggunakan semaksima mungkin kedua-dua daya akal dan pancaindera yang dianugerahkan kepadanya agar dapat sampai kepada pengetahuan sahih dan kebenaran yang tidak menyesatkan. Al-Quran banyak menyebut seruan serta galakan daripada Allah s.w.t agar manusia dapat memerhatikan alam sekeliling mereka dengan akal dan pancaindera bagi mencari kebenaran yang hakiki.

Intuisi atau Ilham

Intuisi atau ilham juga boleh menjadi sumber pengetahuan manusia yang amat berguna. Ianya merupakan pengetahuan yang diperolehi tanpa melalui proses pemikiran yang tertentu. Contohnya seseorang yang mempunyai masalah yang sedang menumpukan pemikiran nya terhadap penyelesaian masalah tersebut, tiba-tiba menjadi jalan penyelesaian tanpa perlu berfikir panjang seolah-olah kebenaran yang dicari datang sendiri. Dalam Islam ilham ini boleh dikenali dengan istilah "firasat" atau pun pandangan bashirah (tembus) yang dikurniakan oleh Allah kepada para Ulama.[3]
Walaupun begitu, ada juga di kalangan sarjana yang berpendapat bahawa sumber ilmu itu datangnya juga daripada sumber lisan dan tulisan serta kajian sejarah. Ilmu yang diperolehi melalui sumber lisan wujud dalam sistem pendidikan secara tidak formal seperti ilmu pertukangan dan sebagainya yang diperolehi melalui warisan secara tidak langsung daripada keluarga atau masyarakat. Pengajaran-pengajaran secara lisan daripada tokoh-tokoh ilmu juga dianggap sebagai sumber lisan. Ilmu yang sumbernya dari tulisan dapat dilihat melalui ilmu perubatan, matematik, dan undang-undang. Sementara ilmu yang diperolehi daripada kajian sejarah pula dapat dilihat melalui kajian-kajian dan penulisan-penulisan yang khusus tentang peristiwa sejarah yang telah berlaku.
 
http://www.trendilmu.com/2015/12/sumber.ilmu.pengetahuan.html
SUMBER PENGETAHUAN

SUMBER PENGETAHUAN

Di dalam  buku Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer yang ditulis oleh Jujun S. Suriasumantri kita menemukan penjelasan tentang sumber pengetahuan. Buku ini memang sesuai dengan judulnya sebuah pengantar yang sangat populer. Untung saja tidak sebuah pengatar ilmiah.  Buku ini dijadikan sebagai bahan rujukan utama bagi mahasiswa Pasca Sarjana dalam mata kuliah Filsafat Ilmu di berbagai perguruan tinggi  Indonesia. Tulisan ini akan mejelaskan kepada para pembaca tentang kekeliruan logika penulisnya tentang  sumber pengetahuan. Tentu juga Jujun menulis buku itu tidak terlepas dari referensi yang pernah ia baca. Boleh jadi Apa yang ia tulis murni pikirannya sendiri atau boleh jadi ia hanya mengikuti pemikiran para pendahulunya.

Pada  halaman 50-54 sub Bab II yang  berjudul “Sumber Pengetahuan”, katanya  sumber pengetahuan adalah sebagai berikut;

Empirisme.  Aliran ini berpendapat bahwa sumber pengetahuan yang mencukupi dan yang dapat dipercaya oleh akal sehat. Dalam rangka kerjanya, aliran ini mendasarkan diri pada cara kerja deduktif dalam menyusun pengetahuannya. Premis-premis yang digunakan dalam membuat rumusan keilmuwan harus jelas dan dapat diterima. Aliran atau paham ini sering juga disebut sebagai idealism atau realism.

Rasionalisme.  Aliran ini berpendapat bahwa empiris atau pengalamanlah yang menjadi sumber pengetahuan, baik pengalaman yang batiniah maupun yang lahiriah. Aliran ini menutupi kelemahan dari aliran rasional yang hanya mengandalkan akal dalam membentuk pengetahuan. Metode yang digunakan adalah induksi.  Aliran ini menganggap bahwa pengetahuan manusia hanya didapatkan dari pengalaman yang konkrit, dan bukan dari penalaran yang abstrak.

Intuisi. Pengetahuan yang diperoleh dari intuisi merupakan pengetahuan yang tiba-tiba atau berupa proses kejiwaan dengan tanpa stimulus mampu untuk membuat pernyataan sebagai pengetahuan.

Wahyu.  Pengetahuan yang bersumber dari Tuhan melalui hamba-Nya yang terpilih untuk menyampaikannya (Nabi dan Rasul). Melalui wahyu atau agama, manusia diajarkan tentang sejumlah pengetahuan baik yang terjangkau ataupun tidak terjangkau oleh manusia.

Apa yang keliru?

Jika kita mau mencermati dengan logika  secara baik dan cermat, maka apa yang dikemukakan Jujun itu sepenuhnya belum merupakan sumber pengetahuan. Sebab empirism, rasionalism, intuisi adalah tidak lebih dari dan merupakan cara-cara mendapatkan pengetahuan. Dengan kata lain adalah sebagai metodologi untuk memperoleh pengetahuan. Sedangkan wahyu adalah cara Allah menurunkan firmanNya (informasi) kepada RasulNya. Di dalam Al Quran Allah mengatakan Kami “wahyukan“ kepadamu (Muhammad). Maka dalam hal ini jika Al Quran yang dijadikan salah satu sumber pengetahuan akan jadi benar. Al Quran itulah yang di-(wahyu)-kan (disampaikan) oleh Allah kepada Rasulullah  SAW.

Apa sebetulnya ?

Jika kita membuat sebuah analogi kira-kira seperti air di dalam sumur. Jika kita mau mengambil air yang ada di dalam sumur itu maka kita akan dapat menggunakan berbagai cara dan peralatan. Misalnya kita menggunakan timba, yaitu ember yang diberi seutas tali. Kita juga dapat mengambil air sumur itu dengan menggunakan timba pakai kerek atau katrol. Kita juga dapa mengambil air sumur dengan menggunakan pompa, baik pompa tangan atau pun pompa pakai motor. Dalam hal ini yang penting dipahami adalah pertama “sumur” adalah sebagai “sumber air”, sedangkan penggunaan timba dan pompa untuk mengambil air adalah sebagai “metodologi” mendapatkan air. Demikian pula halnya dengan ilmu. Ada sumber ilmu dan ada pula metodologi untuk mendapatkan ilmu.

Sejatinya sumber pengetahuan adalah apa yang ada di alam raya ini. Dalam pengertian sempit adalah apa yang ada di lingkungan kita. Apa yang ada di lingkungan kita yang bersentuhan langsung dengan panca indera. Secara spesifik adalah objek pengamatan. Dengan kata lain apa saja yang kita amati dengan panca indera itulah sebagai sumber pengetahuan. Jika kita membaca sebuah buku, maka buku sebagai sumber pengetahuan. Jika kita mendengarkan orang bercerita maka orang yang bercerita itulah sebagai sumber pengetahuan atau ilmu. Jika kita mencicipi sedikit garam, kita akan tahu rasa garam itu asin,jadilah garam itu sumber pengetahuan. Kitab suci termasuk ke dalam sumber pengetahuan.  Jadi kesimpulan yang dapat kita rumuskan sebagai sumber pengetahuan adalah apa yang ada di lingkungan yang berinteraksi langsung dengan panca indera kita.

 

https://jalius12.wordpress.com/2013/04/27/sumber-pengetahuan/

4 Macam Sumber Pengetahuan

4 Macam Sumber Pengetahuan

Baik logika deduktif maupun induktif, dalam proses penalarannya tentu menggunakan premis-premis yang berupa pengetahuan yang dianggapnya benar. Kenyataan ini membawa kita kepada sebuah pernyataan "bagaimanakah caranya kita mendapatkan pengetahuan yang benar ?". Pada dasarnya ada 2 cara yang pokok bagi manusia untuk mendapatkan pengetahuan yang benar, yakni dengan mendasarkan diri kepada rasio (rasionalisme) dan mendasarkan diri kepada pengalaman/fakta/empiri (empirisme).
Seorang filsuf yang dikenal sebagai "bapak filsafat moderen", yakni Cartesius alias RENE DESCRATES (1596-1650), pernah mengatakan : "De omnibus dubitandum !" (Segala sesuatu itu harus diragukan). Namun segala yang ada dalam hidup ini, biasanya dimulai dengan meragukan sesuatu.
Bahkan Hamlet, si peragu, yang berseru kepada Ophelia :
Doubt thou the stars are fire,
Doubt the sun doth move,
Doubt truth to be a liar,
But never doubt I love.
Kira-kira seperti ini :
Ragukan bahwa bintang-bintang itu api,
Ragukan bahwa matahari itu bergerak,
Ragukan bahwa kebenaran itu dusta,
Tapi jangan ragukan cintakoe !
Kebenaran adalah pernyataan tanpa ragu !
Pada hakikatnya ada 2 cara yang mendasar bagi manusia dalam mendapatkan pengetahuan yang benar. Pertama, dengan mendasarkan diri kepada rasio (αναλογία). Kedua, dengan mendasarkan diri kepada pengalaman/empiri (εμπειρικά). Kaum rasionalis mengembangkan paham (aliran) apa yang kita kenal dengan Rasionalisme. Sedangkan mereka yang mendasarkan diri kepada pengalaman/empiri, mengembangkan paham (aliran) apa yang kita kenal sebagai Empirisme.
Rasionalisme (ορθολογισμός)
Dalam menyusun pengetahuannya, kaum rasionalis menggunakan metode deduktif. Premis yang dipakai dalam penalarannya, didapatkan dari ide-ide yang menurut anggapannya jelas dan dapat diterima. Ide-ide ini menurut mereka bukanlah ciptaan pemikiran manusia. Prinsip itu sendiri jauh sudah ada sebalum manusia memikirkannya. Akhirnya paham semacam ini kita kenal sebagai paham Idealisme.
Bagi mereka, fungsi pikiran manusia itu hanyalah mengenai prinsip-prinsip tersebut, yang kemudian menjadi dasar pengetahuannya. Prinsip itu sendiri sudah ada dan bersifat apriori, dan dapat diketahui oleh manusia lewat kemampuan berpikir rasionalnya. Pengalaman/empiri tidaklah membuahkan prinsip. Dan justru malah sebaliknya, hanya dengan mengetahui prinsip yang didapatkan lewat penalaran rasional itulah, maka kita dapat mengerti kejadian-kejadian yang berlaku dalam alam sekitar kita. Secara singkat, dapat dikatakan bahwa ide-ide dalam kaum rasionalis ini adalah bersifat apriori. dan pra-pengalaman yang didapatkan manusia melalui penalaran rasional.
Masalah utama yang timbul dari cara berpikir seperti ini adalah mengenai "kriteria" untuk mengetahui akan kebenaran dari suatu ide yang menurut seseorang adalah jelas dan dapat dipercaya. Ide yang satu bagi si A mungkin bersifat jelas dan dapat dipercaya, namun hal itu belum tentu bagi si B. Mungkin saja si B menyusun sistem pengetahuan yang sama sekali tidak sama dengan sistem pengatahuan si A, karena si B menggunakan ide lain, yang mungkin bagi si B memang merupakan prinsip yang jelas dan dapat dipercaya.
Jadi masalah utama yang dihadapi kaum rasionalis ini adalah "evaluasi" dari kebenaran premis-premis yang dipakainya dalam penalaran deduktif. Sebab premis-premis ini semuanya bersumber pada penalaran rasional yang bersifat abstrak dan terhindar dari pengalaman (empiris), maka evaluasi semacam ini tak dapat dilakukan.
Oleh sebab itu, maka melalui penalaran rasional akan didapatkan berbagai macam pengetahuan mengenai suatu obyek tertentu, tanpa adanya suatu konsensus yang dapat diterima oleh semua pihak. Dalam hal ini, maka pemikiran rasional itu cenderung untuk bersifat subyektif dan solipsistik (hanya benar menurut kerangka pemikiran tertentu dalam benak orang yang berpikir tersebut).
Empirisme (αισθησιαρχία)
Berbeda dengan kaum rasionalis, kaum empiris menggunakan metode induktif dalam menyusun pengetahuannya. Mereka berpendapat bahwa pengetahuan manusia itu bukan didapatkan lewat penalaran rasional yang bersifat abstrak, tetapi lewat fakta/pengalaman yang konkrit. Gejala-gejala alamiah menurut kaum empiris ini, adalah bersifat konkrit dan dapat dinyatakan lewat tangkapan panca-indera manusia.
Gejala-gejala tersebut kalau kita telaah lebih dalam, mempunyai beberapa karakteristik tertentu, misalnya saja : terdapat pola yang teratur mengenai suatu kejadian tertentu; suatu benda padat akan memanjang kalau dipanaskan; langit mendung diikuti turunnya air hujan. Demikian seterusnya, dimana pengamatan kita akan membuahkan pengetahuan mengenai berbagai gejala yang mengikuti pola-pola tertentu.
Di samping itu, kita melihat adanya karakteristik lain, yakni adanya "kesamaan" dan "pengulangan", misalnya : bermacam-macam logam kalau kita panaskan maka akan memanjang. Hal ini memungkinkan kita untuk dapat melakukan suatu generalisasi dari berbagai kasus yang telah terjadi. Dengan menggunakan metode induktif, maka dapat disusun pengetahuan yang berlaku secara umum lewat pengamatan terhadap gejala-gejala fisik yang bersifat individual (survival).
Masalah utama yang timbul dalam penyusunan pengetahuan secara empiris ini, adalah bahwa pengetahuan yang dikumpulkan itu cenderung untuk menjadi suatu kumpulan fakta-fakta. Kumpulan tersebut belum tentu bersifat konsisten, dan mungkin saja terdapat hal-hal yang bersifat kontradiktif. Suatu kumpulan mengenai fakta, atau kaitan mengenai berbagai fakta, belum menjamin terwujudnya suatu sistem pengetahuan yang sistematis. Seperti dikatakan HAROLD A. LARRABEE dalam bukunya, Reliable Knowledge, "....kecuali kalau dia hanya seorang kolektor barang-barang serba aneka....". Lebih jauh ALBERT EINSTEIN dalam bukunya, Physic and Reality mengingatkan bahwa "tak ada metode induktif yang memungkinkan berkembangnya konsep dasar suatu ilmu...". Kaum empiris menganggap bahwa dunia fisik adalah nyata, karena merupakan gejala yang tertangkap oleh pancaindera manusia.
Di samping Rasionalisme dan Empirisme, masih ada cara lain untuk mendapatkan pengetahuan. Yang penting untuk kita ketahui adalah Intuisi (διαίσθηση) dan Wahyu (αποκάλυψη). Kendatipun sampai sejauh ini pengetahuan yang didapatkan manusia secara rasional dan maupun secara empiris, keduanya juga merupakan induk produk dari sebuah rangkaian penalaran.
Intuisi (διαίσθηση)
Intuisi merupakan salah satu sumber pengetahuan yang didapatkan tanpa melalui proses penalaran tertentu. Misalnya, seseorang yang sedang terpusat pemikirannya pada suatu masalah, tiba-tiba saja menemukan jawaban atas permasalahannya tersebut. Tanpa melalui proses berpikir yang berliku-liku, tiba-tiba saja dia sudah sampai di situ. Jawaban atas permasalahan yang sedang dipikikannya, muncul dalam benaknya, bagaikan kebenaran yang menemukan pintu.
Atau bisa juga dikatakan, intuisi ini bekerja dalam suatu keadaan yang tidak sepenuhnya sadar (tetapi bukan mabuk). Artinya, jawaban atas suatu permasalahan ditemukan tidak ada waktu orang tersebut secara sadar sedang menggelutinya. Suatu masalah yang sedang kita pikirkan, yang kemudian kita tunda (pending) karena menemui jalan buntu, tiba-tiba muncul dalam benak kita yang lengkap dengan jawabannya. Lalu kita merasa yakin bahwa itulah jawaban yang sedang kita cari, namun kita tidak bisa (belum bisa) menjelaskan bagaiman caranya kita sampai ke sana.
Intuisi biasanya bersifat personal dan tidak bisa diramalkan atau direka-reka. Sebagai dasar untuk menyusun pengetahuan secara teratur, maka intuisi ini tidak bisa diandalkan sepenuhnya. Namun pengetahuan intuitif ini bisa juga digunakan sebagai hipotesis bagi analisis selanjutnya dalam menentukan benar atau tidaknya pernyataan-pernyataan yang telah kita kemukakan.
Wahyu (αποκάλυψη)
Wahyu juga merupakan salah satu sumber pengetahuan, yang dianugerahkan Tuhan kepada manusia. Pengetahuan semacam ini hanya disalurkan lewat makhluk-makhluk pilihan-Nya. Agama, merupakan sumber pengetahuan yang bukan saja mengenai kehidupan sekarang yang terjangkau pengalaman/empiri, tetapi juga mencakup masalah-masalah yang bersifat transedental; yakni seperti latar belakang penciptaan manusia, tentang kehidupan kemudian di akhirat nanti, dan sebagainya.
Pengetahuan semacam ini, mutlak didasarkan kepada kepercayaan kita terhadap hal-hal yang bersifat ghaib (supernatural). Kepercayaan kepada Tuhan yang merupakan sumber pengetahuan, keselamatan, ketenangan jiwa, dan sebagainya. Kepercayaan terhadap wahyu sebagai cara penyampaian, merupakan dasar dari penyusunan pengetahuan ini. Bukankah suatu kepercayaan merupakan "titik tolak" dalam suatu agama ?.
Suatu pernyataan itu biasanya harus dipercaya dulu untuk dapat diterima, pernyataan ini bisa saja selanjutnya dikaji dengan metode lain. Misalnya : Secara rasional dapat dikaji apakah pernyataan-pernyataan yang terkandung di dalamnya bersifat konsisten atau tidak. Di pihak lain, secara empiris bisa dikumpulkan fakta-fakta yang mendukung pernyataan tersebut atau tidak. Dengan kata lain, agama dimulai dengan rasa percaya, dan dengan melalui pengkajian selanjutnya kepercayaan itu bisa meningkat (bertambah) atau bahkan menurun (berkurang).
Pengetahuan lain, misalnya seperti ilmu, bertitik tolak sebaliknya. Ilmu dimulai dengan rasa tidak percaya, dan setelah melalui proses pengkajian ilmiah, kita bisa saja bertambah yakin atau barangkali tetap pada pendirian semula.
 
http://komunitasfilsafat.blogspot.co.uk/2011/12/4-jenis-sumber-pengetahuan.html